Aku
yang diam, memendam apa yang sesungguhnya berkecamuk dalam diri. Tak mampu
terucap ketika harap sudah tak mungkin lagi terungkap. Aku terdiam
menyaksikanmu pergi meninggalkanku, yang kemudian kau berbahagia dengannya yang
kini bersamamu. Perih tak mampu lagi terucap dalam butiran permata ku yang
jatuh, aku menutupinya dengan perahu mentari. Sungguh tiada kuasaku tuk
melihatmu merasa sakit oleh sipapun, namun sungguh siapa aku? Goresan masalalu
yang tak pernah kau anggap keberadaannya. Namun begitu berharganya sosokmu
untukku hinggga tak tega bagiku untuk melihatmu meringis akan cintamu untuknya,
mengapa tak kau berikan cintamu untukku? Kan aku pastikan terjaga hingga aku
tak mampu lagi untuk menjaganya. Namun kau lebih memilih dia yang lebih memilih
menyakitimu dibanding membahagiakanmu. Jika takada lagi tempat untukku
mengggores kenangan dalam lembar hidupmu, aku kan berhenti untuk sejenak
mengistirahatkan penaku dan mengisi ulang tinta perasaanku untuk kumenggores
cerita pada lembaran kehidupan di agenda
baru.